Monday, 17 November 2014
Monday, 10 November 2014
israj mira'j
ISRA MI'RAJ
Isra Mi'raj Nabi Muhammad SAW (Shallallahu Alaihi wa Sallam) merupakan salah satu peristiwa penting bagi umat Islam karena pada peristiwa ini Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam mendapat perintah untuk menunaikan shalat lima waktu sehari semalam.
Isra Mi'raj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah sebelum Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam hijrah ke Madinah. Menurut al-Maududi dan mayoritas ulama, Isra Mi'raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M. Menurut al-Allamah al-Manshurfuri, Isra Mi'raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang populer. Namun demikian, Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri menolak pendapat tersebut dengan alasan karena Khadijah radhiyallahu anha meninggal pada bulan Ramadhan tahun ke-10 kenabian, yaitu 2 bulan setelah bulan Rajab. Dan saat itu belum ada kewajiban shalat lima waktu. Al-Mubarakfuri menyebutkan 6 pendapat tentang waktu kejadian Isra Mi'raj. Tetapi tidak ada satupun yang pasti. Dengan demikian, tidak diketahui secara persis kapan tanggal terjadinya Isra Mi'raj.
Peristiwa Isra Mi'raj terbagi dalam 2 peristiwa yang berbeda. Dalam Isra, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam "diberangkatkan" oleh Allah SWT dari Masjidil Haram hingga Masjidil Aqsa. Lalu dalam Mi'raj Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi. Di sini Beliau mendapat perintah langsung dari Allah SWT untuk menunaikan shalat lima waktu.
Dalam kisah isra miraj Nabi Muhammad disebutkan bahwa beliau mengendarai suatu kendaraan bernama buraq.
Ada satu teori juga, kalo nama Bouraq itu adalah kiasan/nama lain dari KERUB yang oleh Allah diciptakan untuk menjaga Pintu Taman Firdaus/Eden dan Tabut Perjanjian. Nama KERUB dalam bahasa aslinya (Evrith/Ibrani dan Aram) adalah QAIRUB (huruf: Q-R-B)
Bandingkan dengan Bouraq (huruf: B-R-Q)
ada juga yang berpendapat bahwa ini adalah gambaran lain dari bouraq.
INTISARI ISRA MI'RAJ
Bagi umat Islam, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang berharga, karena ketika inilah shalat lima waktu diwajibkan, dan tidak ada Nabi lain yang mendapat perjalanan sampai ke Sidratul Muntaha seperti ini. Walaupun begitu, peristiwa ini juga dikatakan memuat berbagai macam hal yang membuat Rasullullah SAW sedih.
SIDRATUL MUNTAHA
Sidrat al-Muntahā (Arab: سدرة المنتهى , Sidratul Muntaha) adalah sebuah pohon bidara yang menandai akhir dari langit/Surga ke tujuh, sebuah batas dimana makhluk tidak dapat melewatinya, menurut kepercayaan Islam.
Pada tanggal 27 Rajab selama Isra Mi'raj, hanya Muhammad yang bisa memasuki Sidrat al-Muntaha dan dalam perjalanan tersebut, Muhammad ditemani oleh Malaikat Jibril, dimana Allah memberikan perintah untuk Sholat lima waktu.
Dalam Agama Baha'i Sidrat al-Muntahā biasa disebut dengan "Sadratu'l-Muntahá" adalah sebuah kiasan untuk penjelmaan Tuhan.
Sidrat al-Muntahā berasal dari kata sidrah dan muntaha. Sidrah adalah pohon Bidara, sedangkan muntaha berarti tempat berkesudahan, sebagaimana kata ini dipakai dalam ayat berikut:
Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu),
An-Najm, 53:41-42.
Dengan demikian, secara bahasa Sidratul Muntaha berarti pohon Bidara tempat berkesudahan. Disebut demikian karena tempat ini tidak bisa dilewati lebih jauh lagi oleh manusia dan merupakan tempat diputuskannya segala urusan yang naik dari dunia di bawahnya maupun segala perkara yang turun dari atasnya. Istilah ini disebutkan sekali dalam Al-Qur'an, yaitu pada ayat:
Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha.
An-Najm, 53:13:14.
Sidratul Muntaha digambarkan sebagai pohon Bidara yang sangat besar, tumbuh mulai Langit Keenam hingga Langit Ketujuh. Dedaunannya sebesar telinga gajah dan buah-buahannya seperti bejana batu, sebagaimana diutarakan dalam hadits:
Dari Anas bin Malik, dari Malik bin Sha'sha'ah, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Diapun menyebutkan hadits Mi'raj, dan di dalamnya: "Kemudian aku dinaikkan ke Sidratul Muntaha". Lalu Nabiyullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengisahkan: "Bahwasanya daunnya seperti telinga gajah dan bahwa buahnya seperti bejana batu". Hadits telah dikeluarkan dalam ash-Shahihain dari hadits Ibnu Abi Arubah.
HR al-Baihaqi (1304). Asal hadits ini ada pada riwayat al-Bukhari (3207) dan Muslim (164).
Jika Allah memutuskan sesuatu, maka "bersemilah" Sidratul Muntaha sehingga diliputi oleh sesuatu, yang menurut penafsiran Ibnu Mas'ud radhiyallahu anhu adalah "permadani emas". Deskripsi tentang Sidratul Muntaha dalam hadits-hadits tentang Isra Mi'raj tersebut hanyalah berupa gambaran (metafora) sebatas yang dapat diungkapkan kata-kata. Hakikatnya hanya Allah yang Maha Tahu.
[sunting] Peristiwa di Sidratul Muntaha bagi Muhammad
Ketika Mi'raj, di sini Muhammad melihat banyak hal, seperti:
[sunting] Melihat bentuk asli Malaikat Jibril
Asy-Syaibani berkata: Aku menanyai Zirr bin Hubaisy tentang firman Allah Azza wa Jalla {maka jadilah dia dekat dua ujung busur panah atau lebih dekat (an-Najm, 53: 9)}. Dia menjawab: "Telah mengabariku Ibnu Mas'ud bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah melihat (bentuk asli) Jibril. Ia memiliki enam ratus sayap."
HR Muslim (174), Kitab Iman, Bab tentang Penyebutan Sidratul Muntaha.
[sunting] Melihat cahaya Tuhan
Dari Abu Dzar, ia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam: "Apakah paduka melihat Tuhan paduka?". Ia menjawab: "Cahaya. Bagaimanakah aku melihat-Nya?"
HR Muslim (178.1), Kitab al-Iman, Bab Tentang Sabdanya "Bahwasanya aku melihat-Nya sebagai cahaya" dan Tentang Sabdanya "Aku telah melihat cahaya".
Dari Abdullah bin Syaqiq, ia telah bersabda: Aku bertanya kepada Abu Dzar: "Seandainya aku melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, pasti aku akan menanyainya." Lantas dia berkata: "Tentang sesuatu apa?" Aku akan menanyainya: "Apakah baginda melihat Tuhan baginda?" Abu Dzar berkata: "Aku telah menanyainya, kemudian beliau jawab: 'Aku telah melihat cahaya'."
HR Muslim (178.2), Kitab al-Iman, Bab Tentang Sabdanya "Bahwasanya aku melihat-Nya sebagai cahaya" dan Tentang Sabdanya "Aku telah melihat cahaya".
Untuk hal ini terdapat beda pendapat di kalangan ulama, apakah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah melihat Tuhannya? Jika pernah apakah beliau melihat-Nya dengan mata kepala atau mata hati? Masing-masing memiliki argumennya sendiri-sendiri. Di antara yang berpendapat bahwa beliau pernah melihat-Nya dengan mata hati antara lain al-Baihaqi, al-Hafizh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, dan Syaikh al-Albani dalam tahqiq beliau terhadap Syarah Aqidah ath-Thahawiyah. Salah satu argumentasi mereka adalah hadits di atas.
[sunting] Mendapatkan Perintah Shalat
Di Sidratul Muntaha ini Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam mendapatkan perintah sholat 5 waktu. Perintah melaksanakan sholat tersebut pada awalnya adalah 50 kali setiap harinya, akan tetapi karena pertimbangan dan saran Nabi Musa serta permohonan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam sendiri, serta kasih dan sayang Allah Subhahanu wa Ta'ala, jumlahnya menjadi hanya 5 kali saja.
israj mira'j
ISRA MI'RAJ
Isra Mi'raj Nabi Muhammad SAW (Shallallahu Alaihi wa Sallam) merupakan salah satu peristiwa penting bagi umat Islam karena pada peristiwa ini Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam mendapat perintah untuk menunaikan shalat lima waktu sehari semalam.
Isra Mi'raj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah sebelum Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam hijrah ke Madinah. Menurut al-Maududi dan mayoritas ulama, Isra Mi'raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M. Menurut al-Allamah al-Manshurfuri, Isra Mi'raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang populer. Namun demikian, Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri menolak pendapat tersebut dengan alasan karena Khadijah radhiyallahu anha meninggal pada bulan Ramadhan tahun ke-10 kenabian, yaitu 2 bulan setelah bulan Rajab. Dan saat itu belum ada kewajiban shalat lima waktu. Al-Mubarakfuri menyebutkan 6 pendapat tentang waktu kejadian Isra Mi'raj. Tetapi tidak ada satupun yang pasti. Dengan demikian, tidak diketahui secara persis kapan tanggal terjadinya Isra Mi'raj.
Peristiwa Isra Mi'raj terbagi dalam 2 peristiwa yang berbeda. Dalam Isra, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam "diberangkatkan" oleh Allah SWT dari Masjidil Haram hingga Masjidil Aqsa. Lalu dalam Mi'raj Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi. Di sini Beliau mendapat perintah langsung dari Allah SWT untuk menunaikan shalat lima waktu.
Dalam kisah isra miraj Nabi Muhammad disebutkan bahwa beliau mengendarai suatu kendaraan bernama buraq.
Ada satu teori juga, kalo nama Bouraq itu adalah kiasan/nama lain dari KERUB yang oleh Allah diciptakan untuk menjaga Pintu Taman Firdaus/Eden dan Tabut Perjanjian. Nama KERUB dalam bahasa aslinya (Evrith/Ibrani dan Aram) adalah QAIRUB (huruf: Q-R-B)
Bandingkan dengan Bouraq (huruf: B-R-Q)
ada juga yang berpendapat bahwa ini adalah gambaran lain dari bouraq.
INTISARI ISRA MI'RAJ
Bagi umat Islam, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang berharga, karena ketika inilah shalat lima waktu diwajibkan, dan tidak ada Nabi lain yang mendapat perjalanan sampai ke Sidratul Muntaha seperti ini. Walaupun begitu, peristiwa ini juga dikatakan memuat berbagai macam hal yang membuat Rasullullah SAW sedih.
SIDRATUL MUNTAHA
Sidrat al-Muntahā (Arab: سدرة المنتهى , Sidratul Muntaha) adalah sebuah pohon bidara yang menandai akhir dari langit/Surga ke tujuh, sebuah batas dimana makhluk tidak dapat melewatinya, menurut kepercayaan Islam.
Pada tanggal 27 Rajab selama Isra Mi'raj, hanya Muhammad yang bisa memasuki Sidrat al-Muntaha dan dalam perjalanan tersebut, Muhammad ditemani oleh Malaikat Jibril, dimana Allah memberikan perintah untuk Sholat lima waktu.
Dalam Agama Baha'i Sidrat al-Muntahā biasa disebut dengan "Sadratu'l-Muntahá" adalah sebuah kiasan untuk penjelmaan Tuhan.
Sidrat al-Muntahā berasal dari kata sidrah dan muntaha. Sidrah adalah pohon Bidara, sedangkan muntaha berarti tempat berkesudahan, sebagaimana kata ini dipakai dalam ayat berikut:
Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu),
An-Najm, 53:41-42.
Dengan demikian, secara bahasa Sidratul Muntaha berarti pohon Bidara tempat berkesudahan. Disebut demikian karena tempat ini tidak bisa dilewati lebih jauh lagi oleh manusia dan merupakan tempat diputuskannya segala urusan yang naik dari dunia di bawahnya maupun segala perkara yang turun dari atasnya. Istilah ini disebutkan sekali dalam Al-Qur'an, yaitu pada ayat:
Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha.
An-Najm, 53:13:14.
Sidratul Muntaha digambarkan sebagai pohon Bidara yang sangat besar, tumbuh mulai Langit Keenam hingga Langit Ketujuh. Dedaunannya sebesar telinga gajah dan buah-buahannya seperti bejana batu, sebagaimana diutarakan dalam hadits:
Dari Anas bin Malik, dari Malik bin Sha'sha'ah, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Diapun menyebutkan hadits Mi'raj, dan di dalamnya: "Kemudian aku dinaikkan ke Sidratul Muntaha". Lalu Nabiyullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengisahkan: "Bahwasanya daunnya seperti telinga gajah dan bahwa buahnya seperti bejana batu". Hadits telah dikeluarkan dalam ash-Shahihain dari hadits Ibnu Abi Arubah.
HR al-Baihaqi (1304). Asal hadits ini ada pada riwayat al-Bukhari (3207) dan Muslim (164).
Jika Allah memutuskan sesuatu, maka "bersemilah" Sidratul Muntaha sehingga diliputi oleh sesuatu, yang menurut penafsiran Ibnu Mas'ud radhiyallahu anhu adalah "permadani emas". Deskripsi tentang Sidratul Muntaha dalam hadits-hadits tentang Isra Mi'raj tersebut hanyalah berupa gambaran (metafora) sebatas yang dapat diungkapkan kata-kata. Hakikatnya hanya Allah yang Maha Tahu.
[sunting] Peristiwa di Sidratul Muntaha bagi Muhammad
Ketika Mi'raj, di sini Muhammad melihat banyak hal, seperti:
[sunting] Melihat bentuk asli Malaikat Jibril
Asy-Syaibani berkata: Aku menanyai Zirr bin Hubaisy tentang firman Allah Azza wa Jalla {maka jadilah dia dekat dua ujung busur panah atau lebih dekat (an-Najm, 53: 9)}. Dia menjawab: "Telah mengabariku Ibnu Mas'ud bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah melihat (bentuk asli) Jibril. Ia memiliki enam ratus sayap."
HR Muslim (174), Kitab Iman, Bab tentang Penyebutan Sidratul Muntaha.
[sunting] Melihat cahaya Tuhan
Dari Abu Dzar, ia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam: "Apakah paduka melihat Tuhan paduka?". Ia menjawab: "Cahaya. Bagaimanakah aku melihat-Nya?"
HR Muslim (178.1), Kitab al-Iman, Bab Tentang Sabdanya "Bahwasanya aku melihat-Nya sebagai cahaya" dan Tentang Sabdanya "Aku telah melihat cahaya".
Dari Abdullah bin Syaqiq, ia telah bersabda: Aku bertanya kepada Abu Dzar: "Seandainya aku melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, pasti aku akan menanyainya." Lantas dia berkata: "Tentang sesuatu apa?" Aku akan menanyainya: "Apakah baginda melihat Tuhan baginda?" Abu Dzar berkata: "Aku telah menanyainya, kemudian beliau jawab: 'Aku telah melihat cahaya'."
HR Muslim (178.2), Kitab al-Iman, Bab Tentang Sabdanya "Bahwasanya aku melihat-Nya sebagai cahaya" dan Tentang Sabdanya "Aku telah melihat cahaya".
Untuk hal ini terdapat beda pendapat di kalangan ulama, apakah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah melihat Tuhannya? Jika pernah apakah beliau melihat-Nya dengan mata kepala atau mata hati? Masing-masing memiliki argumennya sendiri-sendiri. Di antara yang berpendapat bahwa beliau pernah melihat-Nya dengan mata hati antara lain al-Baihaqi, al-Hafizh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, dan Syaikh al-Albani dalam tahqiq beliau terhadap Syarah Aqidah ath-Thahawiyah. Salah satu argumentasi mereka adalah hadits di atas.
[sunting] Mendapatkan Perintah Shalat
Di Sidratul Muntaha ini Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam mendapatkan perintah sholat 5 waktu. Perintah melaksanakan sholat tersebut pada awalnya adalah 50 kali setiap harinya, akan tetapi karena pertimbangan dan saran Nabi Musa serta permohonan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam sendiri, serta kasih dan sayang Allah Subhahanu wa Ta'ala, jumlahnya menjadi hanya 5 kali saja.
alam semesta
Pernakah saudara berpikir tentang awal mula? Apa yang saudara katakan? Saudara tahu -- apapun yang ditunjukkan pada mulanya. Atau apapun yang pertama kali ada, pada momen yang paling awal dalam waktu, pernahkah saudara memaksa otak saudara untuk berpikir tentang hal itu?
Tunggu sebantar, saudara berkata, bukankah mungkin bahwa pada awalnya pernah ada ketiadaan? Bukankah hal itu mungkin bahwa jutaan tahun yang lalu, tidak ada apapun sama sekali? Hal itu tentusaja hanya sebuah teori untuk dipertimbangkan. Jadi pikirkanlah - namun, pertama-tama dengan cara analogi.
Katakanlah saudara memiliki suatu ruangan luas. Ruangan itu tertutup seluruhnya dan ukurannya kira-kira seperti sebuah lapangan sepakbola. Ruangan itu dikunci secara permanen, tidak memiliki pintu atau jendela, dan tidak ada lubang di dindingnya.
Yang ada dalam ruangan itu adalah.....ketiadaan itu mutlak. Bukan suatu partikel dari apapun. Tidak ada udara sama sekali. Tidak ada debu sama sekali. Tidak ada cahaya sama sekali. Ruangan itu merupakan suatu tersegel yang gelap didalamnya. Lalu apa yang terjadi?
Baiklah, katakanlah tujuan saudara adalah untuk mendapat sesuatu--apapun itu--kedalam ruangan. Namun peraturannya adalah: saudara tidak dapat menggunakan apapun dari luar ruangan untuk melakukannya. Jadi apa yang saudara lakukan?
Baiklah, sekarang saudara pikir, bagaimana jika saya mencoba untuk membuat suatu percikan di dalam ruangan? Selanjutnya ruangan tersebut akan memiliki cahaya didalamnya, bahkan hanya untuk sementara. Hal itu akan diartikan sebagai sesuatu. Ya, namun saudara diluar ruangan. Jadi, itu tidak diijinkan.
Namun, saudara berkata, bagaimana jika saya dapat dapat memindahkan sesuatu kedalam ruangan, seperti dalam Star Trek? Sekali lagi, hal itu tidak diperbolehkan, karena saudara menggunakan benda-benda dari luar ruangan.
Disini, sekali lagi, adalah dilemma: saudara harus mendapat sesuatu dalam ruangan hanya dengan menggunakan apa yang ada dalam ruangan itu. Dan, dalam hal ini, apa yang ada dalam ruangan itu adalah ketiaadaan.
Baiklah, saudara berkata mungkin satu partikel yang sangat kecil dari sesuatu akan dapat muncul dalam ruangan itu jika diberikan cukup waktu.
Ada tiga masalah dengan teori ini. Pertama, waktu itu sendiri tidak dapat melakukan apapun. Berbagai macam hal terjadi sepanjang waktu, namun bukanlah waktu yang membuatnya terjadi. Contohnya, jika saudara menunggu 15 menit untuk memasak kue-kue kering, bukanlah waktu 15 menit yang membuatnya masak, tapi yang membuatnya masak adalah panas dalam oven. Jika saudara menempatkan kue-kue tersebut didalam etalase selama 15 menit, kue-kue tersebut tidak akan matang.
Dalam analogi kita, kita telah mendapat satu ruangan yang tertutup seluruhnya dengan ketiadaan yang mutlak didalamnya. Menunggu 15 menit tidak akan, dalam dan olehnya, mengubah situasi. Baiklah, saudara berkata, bagaiman jika kita menunggu selama beribu-ribu tahun? Suatu masa hanyalah suatu rangkaian dari segmen 15 menit yang digabungkan. Jika saudara menunggu selama satu masa dengan kue-kue kering saudara ada didalam etalase, akankah sang masa itu akan membuatnya matang?
Masalah yang kedua adalah seperti ini: mengapa segala sesuatu hanya akan "muncul" dalam ruangan kosong? Diperlukan suatu alasan mengapa itu ada. Namun tidak ada apapun dalam ruangan. Jadi bagaimana untuk menghentikannya dari masalah yang tersisa? Tidak akan ada apapun dalam ruangan untuk menyebabkan sesuatu yang muncul (dan tentunya alasannya harus datang dari dalam ruangan).
Baiklah, kata saudara bagaimana dengan satu partikel kecil dari sesuatu? Akankah partikel itu memiliki satu kesempatan yang semakin besar dari pembentukan materi dalam ruangan daripada sesuatu yang lebih besar seperti sebuah lapangan sepak bola?
Hal itu membawa masalah ketiga: ukuran. Seperti waktu, ukuran adalah sesuatu yang abstrak. Ukuran bersifat relative. Katakanlah saudara mempunyai tiga lapangan bisbol dalam berbagai ukuran. Yang satu berukuran sepuluh kaki luasnya, yang satu lima kaki, yang lainnya berukuran normal. Yang manakah yang lebih memiliki kesempatan untuk terbentuk dalam ruangan?
Apakah lapangan bisbol yang berukuran normal? Bukan! Yang ini akan tetap sama seperti yang lain. Ukuran tidak penting. Ukuran bukan masalah. Masalahnya adalah apakah lapangan bisbol dalam berbagi ukuran itu dapat "muncul" dalam ruangan kita yang tersegel dan kosong.
Jika saudara tidak berpikir bahwa bola bisbol yang paling kecil dapat muncul dalam ruangan, tidak perduli berapa banyak waktu berlalu, lalu saudara harus mengakhiri hal yang sama bahkan untuk satu atom. Ukuran bukanlah masalahnya. Kecenderungan dari satu partikel kecil untuk membentuk sebuah materi tanpa sebab tidak berbeda dari suatu kulkas yang terbentuk tanpa penyebab!
Sekarang mari lebarkan analogi kita lebih jauh secara literal. Mari kita ambil sebuah ruangan luas, gelap, dan singkirkan tembok-temboknya. Dan perluas ruangan itu sehingga ruangan itu melebar tanpa batas ke semua arah. Sekarang ketiadaan berada di luar ruangan, karena ruangan adalah semua yang ada. Periode.
Ruangan hitam yang tak terbatas itu tidak memiliki cahaya, debu, segala macam partikel, udara, elemen, molekul. Ruangan itu merupakan ketiadaan yang absolut. Faktanya, kita dapat menyebutnya Ketiadaan yang Absolut.
Jadi inilah pertanyaannya: jika aslinya--jutaan tahun yang lalu--ada Ketiaadaan yang Absolut, akankah tidak ada Ketiaadaan yang Absolut sekarang?
Ya. Karena sesuatu--tidak perduli berapa kecilnya--tidak dapat muncul dari Ketiadaan yang Absolut. Kita akan selalu memiliki Ketiadaan yang Absolut.
Apa maksudnya? Bahwa Ketiadaan yang Absolut tidak pernah ada. Mengapa? Karena, jika Ketiadaan yang Absolut pernah ada maka dia akan tetap ada!
Jika Ketiadaan yang Absolut pernah ada, tidak akan ada sesuatu pun diluarnya yang menyebabkan keberadaan dari apapun juga.
Sekali lagi, jika Ketiadaan yang Absolut pernah ada, maka akan tetap ada Ketiadaan yang Mustahil.
Bagaimanapun juga, sesuatu telah ada. Sebenarnya banyak hal juga telah ada. Saudara contohnya, adalah sesuatu yang ada, sesuatu yang sangat penting. Oleh karena itu, saudara adalah bukti bahwa Ketiadaan yang Absolut tidak pernah ada.
Sekarang, jika Ketiadaan yang Absolut tidak pernah ada, hal ini berarti selalu ada satu waktu ketika hanya ada Sesuatu dalam keberadaan. Apakah itu?
Apakah itu satu atau banyak hal? apakah itu satu atom? Satu partikel? Satu molekul? Satu lapangan bola? Satu lapangan Bisbol? Satu kulkas? Beberapa kue kering?
nabi sulaiman
Subscribe to:
Posts (Atom)